1. STRATEGI PEMBANGUNAN
Masalah pembangunan daerah dalam perspektif nasional yang utama adalah bagaimana mengurangi kesenjangan antar wilayah. Implisit di dalamnya adalah pengertian untuk membangun daerah-daerah yang masih relatif tertinggal.
Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah pada dasarnya diarahkan untuk (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; (2) meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; dan (3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah, (4) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana; serta (5) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
Strategi dan arah kebijakan pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut.
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden RI, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu:
Masalah pembangunan daerah dalam perspektif nasional yang utama adalah bagaimana mengurangi kesenjangan antar wilayah. Implisit di dalamnya adalah pengertian untuk membangun daerah-daerah yang masih relatif tertinggal.
Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah pada dasarnya diarahkan untuk (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; (2) meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; dan (3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah, (4) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana; serta (5) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
Strategi dan arah kebijakan pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut.
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden RI, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu:
·
Pertama, strategi pembangunan inklusif yang mengutamakan keadilan,
keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut berpartisipasi dalam
proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk meningkatkan harkat hidup
keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat harus dapat merasakan dan
menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat yang tinggal di kawasan
perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah tertinggal dan daerah
pulau terdepan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi harus dapat mengurangi
pengangguran dan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri; serta Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan,
Pulau Terdepan dan daerah pasca konflik dan pasca bencana merupakan program
yang diarahkan langsung untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif.
·
Kedua, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan. Strategi pembangunan
wilayah mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, jaringan
infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas sumber daya manusia
menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. Strategi pembangunan wilayah
juga memperhitungkan basis daratan dan basis kepulauan atau maritim sebagai
satu kesatuan ruang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu, strategi
pembangunan berdimesni kewilayahan memperhatikan tata ruang wilayah Pulau
Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa
Tenggara, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Dengan strategi ini, kebijakan
pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan potensi dan keunggulan daerah dan
membangun keterkaitan antarwilayah yang solid termasuk mempercepat pembangunan
pembangkit dan jaringan listrik, penyediaan air bersih, serta pengembangan
jaringan transportasi (darat, laut dan udara) dan jaringan komunikasi untuk
memperlancar arus barang dan jasa, penduduk, modal dan informasi
antarwilayah.
·
Ketiga, strategi pembangunan yang mendorong integrasi sosial dan ekonomi
antarwilayah secara baik. Dalam hal ini perhatian terhadap pengembangan
pulau-pulau besar, kecil dan terdepan harus dilakukan dengan memperhatikan
poteni daerah sebagai modal dasar yang dikelola secara terintegrasi dalam
kerangka geoekonomi nasional yang solid dan kuat. Dengan kesatuan ekonomi
nasional yang kuat untuk lima tahun mendatang, maka posisi tawar Indonesia
dalam globalisasi percaturan perekonomian dunia, secara geo-ekonomi berada pada
posisi yang lebih kuat, dan lebih berdaya saing. Kebijakan untuk memperkuat
integrasi sosial dan ekonomi antarwilayah diarahkan pada pengembangan
pusat-pusat produksi dan pusat-pusat perdagangan di seluruh wilayah terutama di
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
·
Keempat, strategi pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal
menjadi penting dan mendesak sebagai upaya memperkuat daya saing perekonomian
nasional. Para gubernur, bupati dan walikota mempunyai kewenangan yang luas dan
peran dominan dalam pengembangan ekonomi lokal. Peran pemerintah dan pemerintah
daerah dalam mendorong pembangunan daerah pada intinya mempunyai arah sebagai
berikut: (1) menciptakan suasana atau iklim usaha yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang; (2) meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber
kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar;
(3) mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan
kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang;
(4) memperkuat kerjasama antardaerah; dan (5) membentuk jaring ekonomi yang
berbasis pada kapasitas lokal dengan mengkaitkan peluang pasar yang ada di
tingkat lokal, regional dan internasional; (6) mendorong kegiatan ekonomi
bertumpu pada kelompok, termasuk pembangunan prasarana berbasis komunitas; dan
(7) memperkuat keterkaitan produksi-pemasaran dan jaringan kerja usaha
kecil-menengah dan besar yang mengutamakan keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif daerah.
·
Kelima, strategi pembangunan disertai pemerataan (growth with equity) yang
bertumpu pada keserasaian pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dalam menciptakan
kesempatan kerja (pro-jobs) dan mengurangi kemiskinan (pro-poor) yang tetap
berdasarkan kelestarian alam (pro-environment). Kebijakan pembangunan diarahkan
untuk memperkuat keterkaitan antarwilayah (domestic interconnectivity),
membangun dan memperkuat rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis
sumber daya lokal, mengembangkan pusat-pusat produksi dan perdagangan baik di
Jawa-Bali maupun di luar wilayah Jawa Bali yang didukung dengan penyediaan
prasarana dan sarana, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit
listrik dan penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar
pelayanan minimal. Sejalan dengan arah kebijakan ini, pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) merupakan salah satu dorong untuk menciptakan dan
membangun pusat-pusat pertumbuhan dan perdagangan di seluruh wilayah.
·
Keenam, strategi pengembangan kualitas manusia. Orientasi pembangunan
adalah peningkatan kualitas manusia (the quality life of the people) sebagai
bagian dari penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat
terutama pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air
bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan. Oleh
sebab itu, kebijakan pembangunan akan diarahkan pada peningkatan akses dan mutu
layanan dasar termasuk pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja,
sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan
jaminan keamanan terutama bagi masyarakat yang berada di daerah perdesaan,
kawasan perbatasan, pulau-pula terluar dan daerah pasca konflik dan pasca
bencana. Dengan meningkatnya kualitas manusia, kesejahteraan masyarakat juga
akan meningkat dan membaik secara merata di seluruh wilayah.
Pengembangan Pulau-pulau Besar
Kebijakan pengembangan wilayah diarahkan untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan tetap mempertahankan momentum pembangunan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.
Pembangunan wilayah Sumatera diarahkan untuk menjadi pusat produksi dan industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan; lumbung energi nasional, pusat perdagangan dan pariwsata sehingga wilayah Sumatera menjadi salah satu wilayah utama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pembangunan wilayah Jawa-Bali diarahkan untuk tetap mempertahankan fungsi lumbung pangan nasional, mengembangkan industri pengolahan secara terkendali dan memperkuat interaksi perdagangan, serta meningkatkan mutu pelayanan jasa dan pariwisata bertaraf internasional sebagai wilayah utama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan wilayah Kalimantan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil hutan; serta meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan dan berfungsi sebagai lumbung energi nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan wilayah Sulawesi diarahkan untuk menjadi salah satu lumbung pangan nasional dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan; mengembangkan bioenergi; serta meningkatkan dan memperluas perdagangan, jasa dan pariwisata bertaraf intenasional.
Pembangunan wilayah Kepulauan Nusa Tenggara diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan wilayah Maluku diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan wilayah Papua diarahkan untuk untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia; produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan Wilayah Laut
Dengan mempertimbangkan sektor unggulan dan potensi keterkaitan depan dan belakang dengan sektor-sektor lain, wilayah laut yang dapat dikembangkan meliputi: (1) wilayah pengembangan kelautan Sumatera, (2) wilayah pengembangan kelautan Malaka, (3) wilayah pengembangan kelautan Sunda, (4) wilayah pengembangan kelautan Jawa, (5) wilayah pengembangan kelautan Natuna, (6) wilayah pengembangan kelautan Makassar-Buton, (7) wilayah pengembangan kelautan Banda-Maluku, (8) wilayah pengembangan kelautan Sawu, dan (9) wilayah pengembangan kelautan Papua-Sulawesi. Dari sepuluh wilayah pengembangan kelautan tersebut, dengan memperhatikan fungsi strategisnya dalam penguatan keterkaitan antarwilayah maka dipilih lima wilayah prioritas pengembangan untuk periode 2010-2014 yaitu Wilayah Pengembangan Kelautan Sumatera, Malaka, Jawa, Makassar-Buton, dan Banda-Maluku.
Pengembangan Kawasan Strategis, Daerah Tertinggal, Perbatasan, Pembangunan perkotaan, Perdesaan, Pertanahan, Tata Ruang.
Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan wilayah, kebijakan pembangunan wilayah diarahkan untuk: (1) pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh, (2) pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan rawan bencana, (3) pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, dan (4) penataan dan pengelolaan pertanahan. Strategi yang diterapkan adalah:
1) Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan daerah-daerah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis dengan mengutamakan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi.
2) Meningkatkan pengembangan daerah-daerah tertinggal dan terpencil agar dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain.
3) Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengutamakan kebijakan pembangunan yang berorientasi ke luar sehingga menjadi pintu gerbang dalam hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
4) Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional dengan tujuan mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali seperti yang terjadi di wilayah pantani utara Jawa, serta mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan melalui penciptaan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa.
5) Mempercepat pembangunan kota-kota kecil dan menengah terutama di luar Pulau Jawa agar dapat berfungsi sebagai pusat layanan bagi masyarakat kota tersebut dan sebagai motor penggerak pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya.
6) Mendorong keterkaitan ekonomi wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi.
7) Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi.
8) Mendorong perencanaan wilayah yang peduli/peka terhadap bencana alam terutama dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik yang rawan bencana alam.
2.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRATEGI PEMBANGUNAN
Secara sederhana, pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai oleh membaiknya faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
kesempatan kerja
investasi
teknologi yang dipergunakan dalam proses produksi.
Lebih lanjut, wujud dari membaiknya ekonomi suatu wilayah diperlihatkan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat, investasi swasta, investasi publik, ekspor dan impor yang dihasilkan oleh suatu negara.
Secara mudah, perekonomian wilayah yang meningkat dapat diindikasikan dengan meningkatnya pergerakan barang dan masyarakat antar wilayah. Dalam konteks tersebut, pembangunan ekonomi merupakan pembangunan yang a-spasial, yang berarti bahwa pembangunan ekonomi memandang wilayah nasional tersebut sebagai satu “entity”. Meningkatnya kinerja ekonomi nasional sering diterjemahkan dengan meningkatnya kinerja ekonomi seluruh wilayah/daerah. Hal ini memberikan pengertian yang “bias”, karena hanya beberapa wilayah/daerah yang dapat berkembang seperti nasional dan banyak daerah yang tidak dapat berlaku seperti wilayah nasional.
Wilayah Indonesia terdiri dari 33 propinsi dengan 400an kabupaten/kota yang secara social ekonomi dan budaya sangat beragam. Keberagaman ini memberikan perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang disepakati sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan pada semua daerah-daerah yang memiliki karakteristik sangat berbeda. Contoh, kebijakan nasional untuk industrialisasi, di daerah yang berkarateristik wilayah kepulauan dan laut diantisipasi dengan pembangunan industri perikanan, sedangkan daerah yang berkarakteristik darat dikembangkan melalui pembangunan kawasan industri, serta daerah yang tertinggal merencanakan pembangunan industri tetapi sulit merealisasikannya akibat rendahnya SDM, SDA, dan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pengembangan Industri.
Tantangan pembangunan Indonesia ke depan yaitu :
1. otonomi daerah, berarti telah terjadi penguatan yang
nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target
pembangunannya sendiri.
2. pergeseran orientasi pembangunan sebagai negara maritim, wilayah kelautan dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional
3. ancaman dan sekaligus peluang globalisasi, hilangnya batas-batas negara dalam suatu proses ekonomi global. Proses ekonomi global cenderung melibatkan banyak negara sesuai dengan keunggulan kompetitifnya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur, penguasaan teknologi, inovasi proses
produksi dan produk, kebijakan pemerintah, keamanan, ketersediaan modal,
jaringan bisnis global, kemampuan dalam pemasaran dan distribusi global.
4. kondisi objektif akibat krisis ekonomi. Jatuhnya kinerja makro
ekonomi menjadi –13% dan kurs rupiah yang terkontraksi sebesar 5-6 kali lipat
dan multi dimensi yang dialami Indonesia telah menyebabkan tingginya angka
penduduk miskin.
3. STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
Pembangunan ekonomi yang tak merata
Upaya pembangunan dan perkuatan kapasitas organisasi sangat penting dalam
upaya menjadikan Kadin dan Asosiasi sebagai lembaga yang efektif dalam rangka
meningkatkan perekonomian melalui pembinaan bagi dunia usaha sesuai amanah UU
No 1/1987.
3. Program Aksi
Jangka Pendek (satu tahun atau kurang)
•
Peningkatan jumlah kerja sama Kadin Daerah di bidang ekonomi dengan
Pemerintah Daerah dan dukungan terhadap keanggotaan mencapai 30% dari jumlah
Kadin Provinsi yang ada; Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia
2009 – 2014 36
•
Peningkatan jumlah anggota biasa Kadin (perusahaan) 10% tiap tahunnya yang
didukung dengan kemudahan pelaksanaan pendaftaran dan pengelolaan data melalui
pendaftaran online;
•
Perbaikan jaringan kerja (networking) antar pengusaha daerah dalam rangka
membentuk mekanisme koordinasi dan komunikasi yang rutin antar wilayah di Kadin
untuk sinergi pembangunan daerah
Jangka Menengah (1‐5 tahun)
•
Peningkatan keterlibatan pengusaha daerah dalam proyek‐proyek investasi di daerah, paling tidak sampai 20
persen dari existing value;
•
Peningkatan peran usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) daerah dalam
konteks pembiayaan dan pendampingan usaha, misalnya melalui pembentukan sentra
pembinaan UMKM daerah melalui program satu desa satu produk (OVOP)
•
Perbaikan distribusi informasi dan komunikasi bisnis lintas sektoral antar
wilayah. Teruwujudnya mekanisme koordinasi antar wilayah pada tahun 2010 dan
pada 2014 setiap provinsi mengikuti program satu desa satu produk (OVOP)
•
Mendorong terbitnya keputusan Pemerintah yang lebih mengakui eksistensi
Kadin sehingga dapat dioperasionalkan di tingkat daerah khususnya dibidang
kerjasama ekonomi & keanggotaan Kadin,
•
Mendorong revisi Keputusan Presiden Nomor 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan
Barang dan Jasa, agar memberikan peran lebih besar kepada Kadin.
Jangka Panjang (di atas 5 tahun)
•
Mendorong terjadinya reformasi birokrasi di daerah, dalam kerangka
pelaksanaan Good Corporate Governance, misalnya dengan sistem E‐Government untuk meningkatkan transparasi
kebijakan dan mempermudah pelayanan publik;
•
Mengambil inisiatif untuk mengusulkan penyederhanaan dan prosedur kredit
perbankan, serta memperpendek rantai birokrasi perbankan;
•
Mengambil inisiatif untuk merevisi Undang‐Undang Perbankan, Dana 40% yang terkumpul dari
pihak ketiga di daerah wajib di salurkan ke pengusaha daerah.
•
Mengajak pemerintahan daerah (eksehutif dan legislatif) untuk memperjelas
rencana tata ruang dalam rangka menjamin usaha (investasi) di daerah,
menyelesaikan tumpang‐tindih kejelasan peruntukan, serta
tata‐ruang daerah/wilayan dan tata ruang
nasional, sebagaimana diamanatkan oleh UU 26/2007 tentang Tata Ruang.
4. Road Map 2009‐2014
Peranan Kadin sebagai induk organisasi dunia usaha Indonesia perlu
ditingkatkan melalui:
•
Perubahan AD/ART yang disahkan oleh Keppres dan memberikan pengaturan
organisasi yang lebih baik
•
Pendelegasian sebagian kewenangan perijinan kepada Kadin untuk memudahkan investasi
dan ijin usaha
•
Pemberian ijin investasi dan ijin usaha harus mendapatkan rekomendasi dari
Kadin sesuai tingkatannya
•
Kewenangan pemberian referensi rekomendasi usaha kepada Kadin Kadin
Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 37
•
Penyediaan dan peningkatan infrastruktur di daerah, misalnya otimalisasi
infrastruktur yang ada melalui pendampingan dan asistensi Kadin Indonesia
•
Peningkatan kemampuan infrastruktur, khususnya di Kadin Povinsi yang
memiliki nilai dibawah ambang batas minimial infrastruktur sebuah Kadin
Provinsi
Reformasi
Reformasi yang bergulir sejak Mei 1998 telah mendorong
perubahan pada hampir seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Elemen-elemen utama dalam reformasi tersebut adalah demokratisasi,
desentralisasi, dan pemerintahan yang bersih. Ketiga elemen utama reformasi
tersebut telah mendorong terciptanya tatanan baru hubungan antara pemerintah
dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah, dan penciptaan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi
masyarakat dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pembangunan. Selain itu,
amendemen UUD 1945 mengamanatkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden serta kepala
daerah dipilih langsung oleh rakya;, dan diisyaratkan pula tidak akan ada lagi
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) sebagai arahan bagi Pemerintah dalam
menyusun rencana pembangunan. Reformasi ini selanjutnya telah menuntut perlunya
pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan dan pengelolaan keuangan
negara secara nasional. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah
merespon tuntutan perubahan ini dengan menetapkan Undang-Undang No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kini telah dijabarkan
lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 dan No. 40 Tahun 2006.
Sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya
pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga
menghasilkan sinergi yangoptimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa
Indonesia.
>>>>>Masih Perlukah Perencanaan Pembangunan ?
Pembangunan perekonomian yang direncanakan (diharapkan merata)
Pertanyaan awal yang muncul setelah bergulirnya reformasi sejak tahun 1998,
serta lebih-lebih lagi adanya liberalisasi perdagangan dan globalisasi pasar
adalah: apakah bangsa Indonesia masih memerlukan perencanaan pembangunan?
Tidakkah proses perubahan sosial dan upaya peningkatan kesejahteraan bangsa
dapat diserahkan saja kepada mekanisme pasar?
Fakta menunjukkan bahwa di negara-negara maju dan penganut mekanisme pasar
sekalipun, peranan dan intervensi Pemerintah masih tetap ada dan dibutuhkan
untuk kepentingan publik melalui kebijakan-kebijakan makro dan mikro ekonomi
antara lain melalui kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter, dan peran
regulatori lainnya.
Tingkat kemajuan perekonomian Indonesia yang masih tergolong sebagai negara
yang sedang membangun (developing country), terlebih-lebih lagi setelah didera
krisis moneter yang berkembang menjadi krisis multi dimensi (ekonomi, sosial,
politik), tetap menuntut campur tangan pemerintah secara lebih besar untuk
pemulihan dan menggerakkan kegiatan perekonomian masyarakat, yang sekaligus
diharapkan dapat mendorong perubahan sosial secara lebih mendasar.
Proses perubahan sosial tersebut perlu dilakukan secara terencana,
terkoordinasi, konsisten, dan berkelanjutan, melalui “peran pemerintah
bersama masyarakat? dengan memperhatikan kondisi ekonomi, perubahan-perubahan
sosio-politik, perkembangan sosial-budaya yang ada, perkembangan ilmu dan
teknologi, dan perkembangan dunia internasional atau globalisasi.
Peran Pemerintah Dalam Perencanaan Pembangunan
Di dalam literatur-literatur ekonomi pembangunan sering disebutkan bahwa
ada tiga peran pemerintah yang utama yaitu: (1) Sebagai pengalokasi
sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara untuk pembangunan; (2) Penciptaan
stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter; serta (3) Sebagai
pendistribusi sumber daya.
Penjabaran ketiga fungsi ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD
1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan bahwa negara
menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung didalamnya, serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi hajat hidup orang
banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah agar secara aktif
dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya ayat
(4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar dasar demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga mengamanatkan kepada Pemerintah
untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem perekonomian Indonesia berjalan
dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan peran pengaturan dari pemerintah.
Inilah yang menjadi inti tugas lembaga perencanaan dalam Pemerintah.
Pemerintah juga dapat melakukan intervensi langsung melalui
kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, yang mencakup
kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik, melaksanakan kegiatan
atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya (empowering the
powerless) atau keberpihakan.
Perencanaan Pembangunan Untuk Mencapai Tujuan dan Cita-Cita Nasional
Sejak awal, para bangsa menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia didorong
oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Mereka
dengan sadar bercita-cita agar pengelolaan pembangunan Indonesia dapat
dilakukan sendiri oleh putra-putri bangsa ini secara mandiri, merdeka, dan
berdaulat. Kedaulatan dalam mengelola pembangunan tentu berangkat dari
keyakinan yang kuat bahwa kita dapat melaksanakannya tanpa perlindungan dan
pengawasan pihak asing.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat untuk mencapai cita-cita
kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah diselenggarakan
dengan seksama, efektif, efisien, dan terpadu. Tujuan pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut
adalah untuk (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;
(2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4)
Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dari keempat tujuan ini, tiga di antaranya
secara eksplisit menyatakan kualitas kehidupan yaitu butir pertama, kedua, dan
ketiga yaitu kehidupan masyarakat yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas.
Sedangkan untuk distribusi dan pemerataan kualitas hidup tersebut dirumuskan
dalam sila Kelima Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia?. Intinya adalah keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan
masyarakat, haruslah terdistribusi secara adil.
Apa yang Direncanakan
Ada dua arahan yang tercakup dalam perencanaan. Pertama, arahan dan
bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana
pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai
masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan
dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta
pertahanan dan keamanan. Kedua, arahan bagi pemerintah dalam menjalankan
fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi
langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar.
Kondisi Lingkungan Strategis Indonesia
Pertama, secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia. Sebagai negara kepulauan, kebijakan pembangunan akan berbeda dengan
kebijakan yang diterapkan di negara-negara kontinen atau daratan, karena
masing-masing pulau memiliki karakteristik geografis tersendiri dan kekayaan
alam yang berbeda-beda.
Di samping keragaman geografis dan sumberdaya alam, masing-masing pulau
didiami berbagai suku bangsa dan kelompok etnis yang menyebabkan bangsa
Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat tinggi. Masing-masing kelompok
etnis mulai mengenal pendidikan modern tidak dalam waktu yang bersamaan. Hal
ini mengakibatkan pengalaman intelektual masing-masing etnis berbeda-beda dan
menyebabkan kemampuan sumberdaya manusia yang berbeda-beda pula.
Dengan memperhatikan negara kepulauan, keragaman budaya, sosial,
pendidikan, dan ekonomi yang sangat tinggi; perubahan masyarakat; serta
tuntutan keberlanjutan maka sistem perencanaan pembangunan yang ada saat ini
yang bersifat menyeluruh, terpadu, sistematik, dan tanggap terhadap perubahan
jaman.
Proses Perencanaan Politik dan Teknokratik
Pada mulanya ahli-ahli teori perencanaan publik menggunakan informasi
preferensi (keinginan) semua penduduk sebagai awal dari proses perencanaan
pembangunan. Namun kini, karena kurang praktis, maka preferensi penduduk tidak
lagi dikumpulkan melalui penelitian, tetapi diganti dengan proses politik.
Dalam public choice theory of planning?, pemilihan umum dipandang sebagai
market of plan? dimana para calon Presiden/Wakil Presiden/Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah menawarkan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan
bila kelak menang. Sebagai contoh, bila dalam pemilu ada calon peserta yang
menawarkan program pembangunan jembatan, maka pemilih yang tinggal di desa
sekitar jembatan merasa ada insentif untuk memilihnya. Kalau menang, maka pembangunan
jembatan yang dijanjikan akan menjadi program Presiden/Wakil Presiden/Kepala
Daerah tersebut selama berkuasa. Sehingga bila program para calon sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pemilih, maka akan terjadi “kontrak politik? Inilah yang
dinamakan proses politik dalam perencanaan.
Proses lain dalam menghasilkan rencana pembangunan adalah proses
teknokratik. Untuk contoh dua desa di sisi sungai di atas, kebutuhan akan
jembatan juga bisa muncul ke permukaan melalui pengamat profesional. Dengan
data yang ada, pengamat profesional bisa sampai pada kesimpulan bahwa jembatan
tersebut memang diperlukan dan layak untuk di bangun. Pengamat profesional
adalah kelompok masyarakat yang terdidik yang walau tidak mengalami sendiri,
namun berbekal pengetahuan yang dimiliki dapat menyimpulkan kebutuhan akan
suatu barang yang tidak dapat disediakan pasar. Pengamat ini bisa pejabat
pemerintah, bisa non-pemerintah, atau dari perguruan tinggi. Selanjutnya dari
hasil pengamatan kebutuhan masyarakat, rencana pembangunan dapat disusun.
Agregat dari kebutuhan masyarakat yang ditemukan oleh pengamat profesional
menghasilkan perspektif akademis pembangunan. Inilah yang dinamakan proses
teknokratik dalam perencanaan.
Untuk mendapat suatu rencana yang optimal maka maka rencana pembangunan
hasil proses politik perlu digabung dengan rencana pembangunan hasil proses
teknokratik. Agar kedua proses ini dapat berjalan selaras, masing-masing perlu
dituntun oleh satu visi jangka panjang. Agenda Presiden/Wakil Presiden/Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah yang berkuasa yang dihasilkan dari proses politik
perlu selaras dengan perspektif pembangunan yang dihasilkan proses teknokratik
menjadi “agenda pembangunan nasional lima tahunan?. Selanjutnya agenda
pembangunan jangka menengah ini diterjemahkan ke dalam rencana kerja pemerintah
(RKP) tahunan yang sekaligus menjadi satu dalam Rancangan Anggaran dan
Pendapatan Negara (RAPBN) sebelum disetujui oleh DPR untuk ditetapkan menjadi
UU.
Proses Perencanaan Partisipatif
Sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai
bagian dari good governance maka proses perencanaan pembangunan juga melalui
proses partisipatif. Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran
bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh
semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model
perencanaan partisipatif, istilah stakeholders? menjadi sangat meluas dan
akhirnya dianggap sebagai idiom model ini. Di lingkungan pemerintahan,
penerapan model ini banyak menyangkut proyek-proyek berskala luas dengan
batasan yang tidak jelas (vague). Contohnya adalah proyek-proyek lingkungan dan
sosial. Perencanaan partisipatif berangkat dari keyakinan bahwa keberhasilan
program-program pembangunan ditentukan oleh komitmen semua stakeholders, dan
komitmen ini didapat dari sejauh mana mereka terlibat dalam proses perencanaan
program tersebut.
Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, perencanaan partisipatif
diwujudkan melalui musyawarah perencanaan. Dalam musyawarah ini, sebuah
rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan
(stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara
negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha,
kelompok profesional, organisasi-organisasi non-pemerintah, dan lain-lain.
Proses Perencanaan Top-Down dan Bottom-Up
Proses top-down versus bottom-up lebih mencerminkan proses perencanaan di
dalam pemerintahan yaitu dari lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah
Pusat. Lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan
wewenang dan fungsinya. Proses top-down dan bottom-up ini dilaksanakan dengan
tujuan antara lain menyelaraskan program-program untuk menjamin adanya
sinergi/konvergensi dari semua kegiatan pemerintah dan masyarakat. Penyelarasan
rencana-rencana lembaga pemerintah dilaksanakan melalui musywarah perencanaan
yang dilaksanakan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.
Dalam sistem perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang
bersifat top-down dan bottom-up diwadahi dalam musyawarah perencanaan. Dimana
perencanaan makro yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan
memperhatikan masukan dari semua stakeholders dan selanjutnya digunakan sebagai
pedoman bagi daerah-daerah dan lembaga-lembaga pemerintah menyusun rencana
kerja.
Tahap-Tahap Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Proses penyusunan rencana baik itu jangka panjang, menengah, maupun tahunan
dapat dibagi dalam empat tahap yaitu:
i. Penyusunan Rencana yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan oleh lembaga perencana dan
bersifat rasional, ilmiah, menyeluruh, dan terukur.
b. Penyiapan rancangan rencana kerja oleh kementerian/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah sesuai dengan kewenangan dengan mengacu pada rancangan pada
butir (a).
c.Musyawarah perencanaan pembangunan.
d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
ii. Penetapan rencana
i. RPJP Nas dgn UU dan RPJP Daerah dgn Perda
ii. RPJM dengan Peraturan Presiden/Kepala Daerah
iii. RKP/RKPD dengan Peraturan Presiden/Kepala Daerah
iv. Pengendalian Pelaksanaan Rencana adalah wewenang dan tanggung-jawab
pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
v. Evaluasi Kinerja pelaksanaan rencana pembangunan perioda sebelumnya.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi tentang kapasitas lembaga
pelaksana, kualitas rencana sebelumnya, serta untuk memperkirakan kapasitas
pencapaian kinerja di masa yang akan datang.
Jenis-Jenis Dokumen Rencana Pembangunan
Undang-Undang tentang sistem perencanaan pembangunan nasional menetapkan
adanya dokumen-dokumen perencanaan yaitu dokumen perencanaan jangka panjang (20
tahun), dokumen perencanaan pembangunan berjangka menengah (5 tahun), dan
dokumen rencana pembangunan tahunan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) terdiri dari rencana pembangunan
jangka panjang di tingkat nasional dan di tingkat daerah. RPJP Nasional
merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional. Sedangkan RPJP
Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP
Nasional.
Rencana pembangunan jangka panjang diwujudkan dalam visi dan misi jangka
panjang dan mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat
beserta strategi untuk mencapainya. Oleh karenanya, rencana pembangunan jangka
panjang adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah,
lembaga-lembaga tinggi negara, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi
politik. Visi merupakan penjabaran cita-cita kita berbangsa sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang
terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan. Visi kemudian perlu
dinyatakan secara tegas ke dalam misi, yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai
visi tersebut, yang dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan
jangka panjang.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) atau rencana lima tahunan
terdiri atas rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan rencana
pembangunan jangka menengah daerah atau RPJMD. Rencana pembangunan jangka
menengah sering disebut sebagai agenda pembangunan karena menyatu dengan agenda
Pemerintah yang berkuasa. Agenda pembangunan lima tahunan memuat
program-program, kebijakan, dan pengaturan yang diperlukan yang masing-masing
dilengkapi dengan ukuran outcome? atau hasil yang akan dicapai. Selain itu,
secara sektoral terdapat pula Rencana Strategis atau Renstra di masing-masing
kementerian/departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen serta renstra
pemerintahan daerah yang merupakan gambaran RPJM berdasarkan sektor atau bidang
pembangunan yang ditangani.
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden
yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi
pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi
makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RPJM Daerah merupakan penjabaran
dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada
RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan
Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat
Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai
dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
Selanjutnya Renstra Kementerian dan Lembaga memuat visi, misi, tujuan,
strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan
fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional
dan bersifat indikatif. Sedangkan Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
Rencana Pembangunan Tahunan
Rencana pembangunan tahunan disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan,
rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga,
lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKPD merupakan penjabaran
dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah,
prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar
usulan tapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan
proses mulai dari input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain.
Kemudian juga harus memperhatikan proses dan hasil nyata yang akan diperoleh
seperti keluaran, hasil dan dampak. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan
harus dimulai dengan data dan informasi tentang realitas sosial, ekonomi,
budaya dan politik yang terjadi di masyarakat, ketersediaan sumber daya dan
visi/arah pembangunan. Jadi perencanaan lebih kepada bagaimana menyusun
hubungan yang optimal antara input, proses, output, outcomes dan dampak.
Kesimpulan
Reformasi seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sejak tahun
1998 telah mendorong adanya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional. Perencanaan pembangunan nasional harus mengakomodasi kenyataan bahwa
perencanaan pembangunan harus melalui proses demokratis, terdesentralisasi, dan
mematuhi tata pemerintahan yang baik. Demikian pula proses perencanaan
pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum
langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan
mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial,
ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.
Sistem perencanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah
mengakomodasi seluruh tuntutan pembaharuan sebagai bagian dari gerakan
reformasi. Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan secara
terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang, antar
waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) yang berupa
penjabaran visi dan misi presiden dan berpedoman kepada RPJP Nasional.
Sedangkan untuk daerah, RPJM Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah
Daerah dalam menyusun RPJM Daerah (RPJMD). Di tingkat nasional proses
perencanaan dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya
tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional. Sedangkan di daerah juga disusun
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM
Daerah dan mengacu kepada RKP. Rencana tahunan sebagai bagian dari proses
penyusunan RKP juga disusun oleh masing-masing kementerian dan lembaga dalam
bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian atau Lembaga, dan di daerah Renja-SKPD
disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Rencana kerja atau Renja ini disusun dengan berpedoman kepada Renstra serta
prioritas pembangunan yang dituangkan dalam rancangan RKP, yang didasarkan
kepada tugas dan fungsi masing-masing instansi.
Proses penyusunan rencana pembangunan secara demokratis dan partisipatoris
dilakukan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai
dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau kota, kemudian pada tingkat
Provinsi. Hasil dari Musrenbang Provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional
yang merupakan sinkronisasi dari Program Kementerian dan Lembaga dan
harmonisasi dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Musrenbang ini menghasilkan
Rancangan Akhir RKP sebagai pedoman penyusunan RAPBN.
4. PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
Menurut Bintoro Tjokroaminoto, perencanaan ialah proses mempersiapkan
kegiatan-kegiatan secara sistimatis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Tujuan Perencanaan :
1. Standar pengawasan, yaitu mencocokan pelaksanaan dengan
perencanaan
2. Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan
3. Mengetahaui struktur organisasinya
4. Mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan kualitas
pekerjaan
5. Memimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif
6. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pekerjaan
7. Menyerasikan dan memadukan beberapa subkegiatan
8. Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui
9. Mengarahkan pada pencapaian tujuan
10. Menghemat biaya, tenaga dan waktu
Manfaat Perencanaan
Adapun manfaat dari perencanaan yaitu Manfaat Perencanaan :
1. Standar pelaksanaan dan pengawasan
2. Pemilihan sebagai alternatif terbaik
3. Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan
4. Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
5. Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
6. Alat memudahakan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait
7. Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti
Dokumen perencanaan
1.
Di dalam sistem ini terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk
menjabarkan rencana pembangunan, yaitu:
2.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP, adalah
dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP nasional diatur
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007.
3.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM,
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.
4.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, disebut juga
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen perencanaan
kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
5.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, disebut
juga Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah
untuk periode 5 (lima) tahun.
6.
Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, disebut juga Rencana Kerja Pemerintah
(RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun.
7.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, disebut juga Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
8.
Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, disebut juga Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga
untuk periode 1 (satu) tahun.
9.
Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, disebut juga
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen
perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
No comments:
Post a Comment