Tuesday, September 23, 2014

ETIKA, NORMA DAN HUKUM DALAM PRAKTEK AKUNTANSI


ETIKA
Pengertian Etika
Etika (ethics) menurut pengertian yang sebenarnya adalah filsafat tentang moral. Jadi, etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji  nilai dan norma moral. Etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia, sebagai manusia, harus hidup baik, dan (b) masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima.
Etika dalam pengertian yang lebih luas adalah keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya.
Etika dalam pengertian yang lebih sempit, sering diacu sebagai seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak, atau berperilaku.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika berkaitan dengan bagaimana manusia menjalankan kehidupannya, dan menaruh perhatian pada bagaimana (berperilaku untuk) mencapai kehidupan yang baik dan lebih baik.
Fungsi Etika
1.      Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2.      Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3.      Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme

Peranan Etika dalam Profesi Akuntansi
Profesi akuntansi mengandung karakteristik pokok suatu profesi, diantaranya adalah jasa yang sangat penting bagi masyarakat, pengabdian bangsa kepada masyarakat, dan komitmen moral yang tinggi.
Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para akuntan dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi akuntansi menetapkan standar teknis atau standar etika yang harus dijadikan sebagai panduan oleh para akuntan, utamanya yang secara resmi menjadi anggota profesi, dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Jadi, standar etika diperlukan bagi profesi akuntansi karena akuntan memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Kode etik atau aturan etika profesi akuntansi menyediakan panduan bagi para akuntan profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit.

NORMA
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
-     Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan.
-     Norma agama berasal dari agama.
-     Norma moral berasal dari suara batin.
-     Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.

ETIKA BAGI PROFESI AKUNTANSI
Pentingnya Etika Profesi bagi Akuntan
Alasan yang mendasari setiap profesi menuntut para anggotanya (para profesional) bertindak atau menjalankan kewajiban profesinya dengan standar etika yang tinggi adalah kebutuhan akan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kualitas jasa yang diberikan, terlepas dari individu yang melaksanakannya.
Kerangka Dasar Etika Profesi
Agar efektif, kode etik perlu mengkombinasikan prinsip – prinsip dengan sejumlah terbatas aturan khusus. Jika kode etik disusun untuk mencakup semua masalah, maka kode etik tersebut akan terlalu besar. Dengan landasan pemikiran semacam ini, maka kode etik profesi umumnya meliputi unsur – unsur berikut ini:
1.      Pendahuluan dan Tujuan
2.      Prinsip dan Standart Pokok
Umumnya kode etik profesi meliputi prinsip dan standar pokok berupa kewajiban bagi para anggota profesi untuk:
a.       Mempertahankan reputasi dan kemampuan dalam memenuhi kepentingan publik
b.      Melaksanakan tanggung jawab dengan integritas, objektivitas, independensi, kompetensi profesional, kehati hatian, menjaga kerahasiaan
c.       Tidak terkait dengan informasi yang menyesatkan atau salah saji
3.      Aturan Umum
4.      Aturan Khusus
5.      Disiplin
6.      Interpretasi Aturan
Perilaku Etika  dalam Profesi Akuntansi
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi. 

SUMBER :
http://www.slideshare.net/fendriauriga/rangkuman-buku-etika-profesi-stan-kusmanadji 

Accounting "Fundamental Concept"

Sebelum membahas mengenai Accounting “Fundamental Concepts” ( Konsep Dasar Akuntansi ) , terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa itu akuntansi.
Akuntansi adalah suatu aktivitas jasa (mengidentifikasikan, mengukur, mengkalsifikasikan dan mengikhtisarkan) kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan yang digunakan dalam pengambilan keputusan (Amin. W, 1997). Pengertian Akuntansi menurut Abubakar. A & Wibowo (2004) adalah proses identifikasi, pencatatan dan komunikasi terhadap transaksi ekonomi dari suatu entitas/perusahaan. Pengertian akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) dalam Ahmed Riahi Balkaoui mendefinisikan akuntansi sebagai berikut: akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang dan penginterprestasikan hasil tersebut (Balkaoui, 2000:37).
Dari pengertian-pengertian akuntansi diatas, maka akuntansi terdiri dari tiga aktivitas atau kegiatan utama yaitu:
  1. Aktivitas identifikasi yaitu mengidentifikasikan transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
  2. Aktivitas pencatatan yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah diidentifikasi secara kronologis dan sistematis.
  3. Aktivitas komunikasi yaitu aktivitas untuk mengkomunikasikan informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan kepada para pemakai laporan keuangan atau pihak yang berkepentingan baik internal perusahaan maupun pihak eksternal.
Secara umum akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun standar akuntansi yang ditujukan bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi inilah yang kemudian muncul konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan keuangan entitas. Berikut akan disajikan beberapa konsep dasar akuntansi dalam berbagai versi.
Konsep dasar akuntansi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa asumsi dasar akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going concern). Menurut International Financial Reporting Standards (IFRS) pada The Conceptual Framework for Financial Reporting paragraf 4.1, sebagai asumsi dasar akuntansi adalah hanya kelangsungan usaha. Sedangkan menurut Paton dan Littleton yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity Theory), kontinuitas usaha(going concern), penghargaan sepakatan, kos melekat(cost attach), upaya dan hasil(effort and accomplishment), bukti terverifikasi, dan asumsi.
Dengan lebih lengkap, Anthony, Hawkins, dan Merchant sebagaimana yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar akuntansi terdapat beberapa poin, di antaranya konsep pengukuran dengan unit uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep kos, aspek ganda, periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi, dan materialitas. Maka, untuk kepentingan penelitian, hanya akan dijelaskan konsep dasar yang merupakan postulat akuntansi dan berhubungan dengan asumsi dasar akrual sebagai basis pencatatan akuntansi. Yaitu, konsep entitas, konsep pengukuran uang, konsep kelangsungan usaha, konsep dua aspek akuntansi, konsep kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching concept), dan konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment).
Berikut penjelasan masing-masing konsepnya:
1. Konsep Entitas Bisnis (Entity Theory)
Dalam konsep ini bisnis perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis diperlakukan berbeda atau secara hukum terpisah dengan pemilik dari bisnis tersebut. Hal ini termasuk bahwa transaksi-transaksi dalam bisnis tersebut harus dijaga secara keseluruhannya agar terpisah dari urusan pribadi dari seorang pemiliknya. Namun, diperbolehkan bagi seorang pemilik untuk dapat memperoleh informasi yang benar mengenai kondisi perusahaannya.
Business entity concept atau dalam literatur-literatur teori akuntansi dikenal dengan entity theory digagas oleh William A Paton, seorang professor dari Universitas Michigan. Ditegaskan olehnya, bahwa dengan adanya entity theory, perusahaan dengan pemiliknya menjadi terpisah. Kepemilikan aset dimiliki oleh perusahaannya, dan antara kewajiban dengan pemegang ekuitas oleh investor dalam aset tersebut merupakan hak yang berbeda. Atas dasar konsep ini, maka dapat dirumuskan dalam posisi keuangan atau neraca bahwa aset sama dengan jumlah kewajiban ditambah dengan ekuitas pemilik. Konsep ini menurut Suwardjono (2005) mempersonifikasi badan usaha sebagai orang yang dapat melakukan perbuatan hukum dan ekonomi, misalnya dalam pembuatan kontrak dan kepemilikan aset. Menurutnya, sebagai konsekuensi dari konsep entitas, hubungan antara entitas dengan pemilik dipandang sebagai hubungan bisnis terutama dalam hak dan kewajiban atau utang piutang.
Meskipun antara perusahaan dengan pemiliknya terpisah, namun pemilik tetap berhak atas keuntungan yang harus diberikan oleh perusahaan dalam bentuk dividen. Laba bersih yang diperoleh dengan demikian bukanlah semerta-merta adalah hak dari pemilik perusahaan. Diperlukan proses dalam menentukan untuk dapat ditentukan kebijakan distribusi laba dalam bentuk dividen atau mengambil kebijakan untuk menahan laba, yang dikenal dengan laba ditahan yang ditambahkan pada ekuitas pada posisi keuangan. Yang secara substansi juga menambah kekayaan dari pemilik perusahaan itu sendiri.
Suwardjono (1986) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep entitas bisnis (business entity concept) memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban perusahaan dan bukanlah pertanggungjawaban pemilik, maka dengan demikian pendapatan dan biaya dipandang sebagai perubahan dalam kekayaan perusahaan bukannya perubahan dalam kekayaan pemilik.
Sebagai implikasi dalam administrasi perusahaan yang baik, Suwardjono (1986) menyatakan bahwa menjadi hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi perusahaan dan transaksi pribadi. Dalam administrasi lainnya, terutama dalam memperlakukan biaya, semua biaya yang secara nyata terjadi dalam perusahaan adalah tepat untuk dicatat pertama kali sebagai bagian dari total kekayaan (aset atau aktiva) perusahaan. “Jadi, biaya pendirian perusahaan, biaya emisi saham, dan biaya yang ada hubungannya dengan hal tersebut adalah unsur aktiva perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5). Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi dengan diakuinya dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.

2. Konsep Pengukuran Uang (Money Measurement Concept)
Konsep ini mengandung pengertian bahwa uang merupakan alat ukur umum dan paling tepat dalam aktivitas ekonomi dan menjadi dasar yang tepat pula bagi pengukuran analisis akuntansi. Dalam pencatatan, unit moneter yang diwakili oleh uang sangat relevan, sederhana, tersedia secara universal, dapat dipahami dan berguna. Secara umum, dengan adanya uang sebagai alat ukur, menjadikan penyajian akuntansi dengan unit moneter lebih dapat terkomunikasikan atas informasi sumber daya ekonomi yang dimiliki dan tersaji dalam bentuk informasi kuantitatif. Hal inilah yang membuat pengguna laporan keuangan lebih dapat melihat objektifitas informasi sumber daya ekonomi bagi perusahaan untuk dapat membuat keputusan ekonomi yang rasional.
Sebenarnya dalam konteks ekonomi, kehadiran uang sebagai alat tukar (medium of exchange) karena sistem ekonomi tidak lagi menganut sistem ekonomi non-barter. Hasilnya, uang saat ini sebagai standar utama dalam menilai dan sebagai hal yang pokok dalam proses pengukuran. Dengan demikian, laporan keuangan disajikan dengan unit moneter yang disesuaikan dengan jenis mata uang suatu Negara di mana perusahaan tersebut beroperasi.
            Dalam pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) mengemukakan bahwa satu-satunya data yang pasti yang dapat diperoleh untuk menunjukkan adanya transaksi pertukaran secara objektif dan untuk menyatakan transaksi pertukaran tersebut secara homogen adalah jumlah satuan uang yang terlibat dalam pertukaran. Maka, data tersebut merupakan bahan olah dasar akuntansi.

3. Konsep Kelangsungan Usaha (Going Concern)
Postulat kelangsungan usaha (going concern) mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi asumsi ini, pada keadaan luar biasa, nilai laporan likuidasi untuk aset dan ekuitas adalah ‘pelanggaran’ atas konsep atau asumsi dasar ini. Sebab asumsi kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa perusahaan akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak untuk dilikuidasi dalam jangka pendek. Belkaoui (1992) menambahkan bahwa dengan adanya konsep ini (going concern) entitas akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk mewujudkan proyek-proyeknya, komitmen, dan kegiatan yang sedang berlangsung.
SA 30 menyatakan bahwa going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya. Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang demikan akan menimbulkan keraguan besar terhadap going concern perusahaan, Surbakti (2011).

4. Konsep Dua Aspek Akuntansi
Konsep dual aspect ini mendasarkan pada kaidah bahwa untuk setiap kegiatan bisnis selalu memiliki persamaan dan reaksi sebaliknya. Menurut konsep ini aset perusahaan akan sama dengan kewajiban ditambah modal. Anthony, Hawkins dan Merchant yang dikutip Suwardjono (2005) mengemukakan bahwa sebenarnya konsep dua aspek akuntansi (sistem berpasangan) merupakan turunan dari konsep kesatuan usaha. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik mengakibatkan manajemen harus selalu mempertanggungjawabkan aset yang telah dan sedang dikelolanya serta menyajikan sumber aset tersebut.

5. Konsep Kos
Pada dasarnya penggunaan prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk menentukan nilai jual dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai laba yang diperolehnya. Di mana penilaian dengan cara yang lain akan mengakibatkan munculnya subjektifitas sehingga berdampak pada informasi keuangan yang bias. Namun, dalam standar akuntansi keuangan pun jika hal tersebut menjadi tidak relevan, maka diperkenankan menilai dengan nilai wajar sebagai basis pengukurannya.
Menurut konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan harga pembelian. Misalnya, jika bangunan dibeli dengan harga US$ 75,000 yang mana secara aktual seharga US$ 100,000, maka dalam buku akun dicatat dengan nilai harga pembelian, yakni US$ 75,000.
Sebagai tambahan, Suwardjono (1986) dalam pokok pikiran Paton & Littleton, menyatakan mengenai konsep ini dengan berimplikasi kepada biaya menjadi bagian penting dari total upaya yang dikorbankan dalam memproduksi dan menjual barang atau jasa. Pada tiap jenis biaya tersebut dapat digabung-gabungkan berdasarkan divisi operasi (departemen), bagian dari produk, atau interval waktu seolah-olah biaya-biaya tersebut mempunyai daya saling mengikat sebagaimana data ikat yang dimiliki benda fisik.

6. Konsep Periode Akuntansi
Meskipun akuntansi juga berasumsi bahwa bisnis akan tetap ada selama jangka waktu yang lama dan tidak ditentukan, penting untuk dipantau akun atau pencatatan dengan keterangan yang jelas untuk periode bisnis yang ditujukan untuk mengetahui hasil operasi bisnis dan disajikan posisi keuangan untuk periode tersebut. Biasanya pencatatan dipersiapkan untuk periode satu tahun yang mana boleh jadi sesuai dengan kalender tahunan sebagai tahun laporan keuangan.
            “Konsep perioda menyatakan bahwa akuntansi memperhitungkan laba dengan periode waktu sebagai takarannya dan bukan angkatan produk,” (Suwardjono, 2003, hlm 101). Lanjut Suwardjono (2003) bahwa sebagai implikasi dari konsep ini adalah akuntansi menentukan laba dengan menandingkan atau mengasosiasi pendapatan periode dengan biaya yang dianggap menciptakan pendapatan untuk periode tersebut. “Jadi, biaya dianggap sebagai upaya untuk menghasilkan pendapatan dengan waktu sebagai takaran penandingan,” (Suwardjono, 2003: hlm. 101).

7. Konsep Penandingan (Matching Concept)
Dalam akuntansi dikenal prinsip matching concept. Di mana yang dimaksud dari prinsip ini adalah dengan diakuinya beban bukan pada saat pengeluaran kas telah terjadi atau telah dibayarkan. Namun, diakui ketika suatu produk atau jasa secara aktual memberikan kontribusi terhadap pendapatan. “Pendapatan suatu periode harus dibebani dengan biaya-biaya yang secara ekonomis berkaitan dengan produk yang menghasilkan pendapatan tersebut,(Suwardjono, 1986, hlm 116).
Hal ini memungkinkan adanya biaya yang ditangguhkan dan diperlakukan sebagai aset pada posisi keuangan atau neraca. Meskipun dalam kenyataannya biaya ditangguhkan tersebut tidak memberikan manfaat ekonomi di masa depan.
Bahwa beban ditentukan sebagai upaya untuk memperoleh penghasilan atau pendapatan. Proses pengakuan beban untuk kategori seperti depresiasi, harga pokok produk atau penjualan, bunga dan biaya ditangguhkan disebut dengan konsep penandingan ini (matching concept). Konsep matching berimplikasi pada biaya diakui secara adil dan secara wajar untuk mengakui pendapatan.
Suwardjono (2003) mengatakan bahwa konsep penandingan merupakan implikasi dari adanya konsep periode akuntansi. Penandingan (matching) dilakukan untuk menentukan laba periode tersebut, sehingga pendapatan periode tersebut ditandingkan dengan biaya-biaya yang dianggap menciptakan pendapatan tersebut. Maka, biaya dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan dengan waktu sebagai takaran penandingannya. 

8. Konsep Upaya dan Hasil (Effort and Accomplishment)
Lebih lanjut dalam konsep penandingan (matching concept) yang berimplikasi pula pada konsep upaya dan hasil dalam akuntansi, memberikan implikasi bahwa biaya adalah upaya dalam rangka memperoleh hasil yang dalam hal ini disebut pendapatan. “Secara konseptual, pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya,” (Suwardjono, 2005, hlm. 234). Artinya pendapatan sudah dapat diakui meskipun belum terealisasi karena adanya pengeluaran atau upaya entitas dalam melakukan kegiatan produktifnya.
Dalam pokok pikiran Paton & Littleton, Suwardjono (1986) juga menyatakan bahwa jikalau jumlah rupiah yang diperhitungkan dalam pembelian barang dan jasa digunakan untuk mengukur upaya untuk memperoleh hasil. Dan jumlah rupiah tersebut yang diperhitungkan dalam penjualan barang dan jasa digunakan untuk mengukur hasil yang diperoleh, maka persoalan utama akuntansi adalah menandingkan biaya (sebagai representasi upaya) dan pendapatan (sebagai representasi hasil) periodik sebagai pembacaan alat duga untuk mengetahui pengaruh upaya yang dikorbankan terhadap hasil. 


SUMBER: