Akuntansi
adalah suatu aktivitas jasa (mengidentifikasikan, mengukur, mengkalsifikasikan
dan mengikhtisarkan) kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan
informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan yang digunakan dalam
pengambilan keputusan (Amin. W, 1997). Pengertian
Akuntansi menurut Abubakar. A & Wibowo
(2004) adalah proses identifikasi, pencatatan dan komunikasi terhadap transaksi
ekonomi dari suatu entitas/perusahaan. Pengertian akuntansi menurut American
Institute of Certified Public Accounting (AICPA) dalam Ahmed Riahi Balkaoui
mendefinisikan akuntansi sebagai berikut: akuntansi adalah seni pencatatan,
penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan
dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang dan
penginterprestasikan hasil tersebut (Balkaoui, 2000:37).
Dari
pengertian-pengertian akuntansi diatas, maka akuntansi terdiri dari tiga
aktivitas atau kegiatan utama yaitu:
- Aktivitas identifikasi yaitu mengidentifikasikan transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
- Aktivitas pencatatan yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah diidentifikasi secara kronologis dan sistematis.
- Aktivitas komunikasi yaitu aktivitas untuk mengkomunikasikan informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan kepada para pemakai laporan keuangan atau pihak yang berkepentingan baik internal perusahaan maupun pihak eksternal.
Secara umum akuntansi memiliki
konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun standar akuntansi yang ditujukan
bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi inilah yang kemudian muncul
konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan keuangan entitas. Berikut
akan disajikan beberapa konsep dasar akuntansi dalam berbagai versi.
Konsep dasar akuntansi menurut
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan
Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa asumsi dasar akuntansi
berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going concern). Menurut International
Financial Reporting Standards (IFRS) pada The Conceptual Framework for
Financial Reporting paragraf 4.1, sebagai asumsi dasar akuntansi adalah
hanya kelangsungan usaha. Sedangkan menurut Paton dan Littleton yang dikutip
Suwardjono (2005), konsep dasar akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity
Theory), kontinuitas usaha(going concern), penghargaan sepakatan,
kos melekat(cost attach), upaya dan hasil(effort and accomplishment),
bukti terverifikasi, dan asumsi.
Dengan lebih lengkap, Anthony,
Hawkins, dan Merchant sebagaimana yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar
akuntansi terdapat beberapa poin, di antaranya konsep pengukuran dengan unit
uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep kos, aspek ganda,
periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi, dan
materialitas. Maka, untuk kepentingan penelitian, hanya akan dijelaskan konsep
dasar yang merupakan postulat akuntansi dan berhubungan dengan asumsi dasar
akrual sebagai basis pencatatan akuntansi. Yaitu, konsep entitas, konsep
pengukuran uang, konsep kelangsungan usaha, konsep dua aspek akuntansi, konsep
kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching concept),
dan konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment).
Berikut penjelasan masing-masing
konsepnya:
1. Konsep Entitas Bisnis (Entity
Theory)
Dalam konsep ini bisnis perusahaan
sebagai suatu organisasi bisnis diperlakukan berbeda atau secara hukum terpisah
dengan pemilik dari bisnis tersebut. Hal ini termasuk bahwa transaksi-transaksi
dalam bisnis tersebut harus dijaga secara keseluruhannya agar terpisah dari
urusan pribadi dari seorang pemiliknya. Namun, diperbolehkan bagi seorang
pemilik untuk dapat memperoleh informasi yang benar mengenai kondisi
perusahaannya.
Business entity concept atau dalam literatur-literatur teori akuntansi dikenal
dengan entity theory digagas oleh William A Paton, seorang professor
dari Universitas Michigan. Ditegaskan olehnya, bahwa dengan adanya entity
theory, perusahaan dengan pemiliknya menjadi terpisah. Kepemilikan aset
dimiliki oleh perusahaannya, dan antara kewajiban dengan pemegang ekuitas oleh
investor dalam aset tersebut merupakan hak yang berbeda. Atas dasar konsep ini,
maka dapat dirumuskan dalam posisi keuangan atau neraca bahwa aset sama dengan
jumlah kewajiban ditambah dengan ekuitas pemilik. Konsep ini menurut Suwardjono
(2005) mempersonifikasi badan usaha sebagai orang yang dapat melakukan
perbuatan hukum dan ekonomi, misalnya dalam pembuatan kontrak dan kepemilikan
aset. Menurutnya, sebagai konsekuensi dari konsep entitas, hubungan antara
entitas dengan pemilik dipandang sebagai hubungan bisnis terutama dalam hak dan
kewajiban atau utang piutang.
Meskipun antara perusahaan dengan
pemiliknya terpisah, namun pemilik tetap berhak atas keuntungan yang harus
diberikan oleh perusahaan dalam bentuk dividen. Laba bersih yang diperoleh
dengan demikian bukanlah semerta-merta adalah hak dari pemilik perusahaan.
Diperlukan proses dalam menentukan untuk dapat ditentukan kebijakan distribusi
laba dalam bentuk dividen atau mengambil kebijakan untuk menahan laba, yang
dikenal dengan laba ditahan yang ditambahkan pada ekuitas pada posisi keuangan.
Yang secara substansi juga menambah kekayaan dari pemilik perusahaan itu
sendiri.
Suwardjono (1986) menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan konsep entitas bisnis (business entity concept)
memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban
perusahaan dan bukanlah pertanggungjawaban pemilik, maka dengan demikian
pendapatan dan biaya dipandang sebagai perubahan dalam kekayaan perusahaan bukannya
perubahan dalam kekayaan pemilik.
Sebagai implikasi dalam administrasi
perusahaan yang baik, Suwardjono (1986) menyatakan bahwa menjadi hal yang
sangat penting untuk memisahkan transaksi perusahaan dan transaksi pribadi.
Dalam administrasi lainnya, terutama dalam memperlakukan biaya, semua biaya
yang secara nyata terjadi dalam perusahaan adalah tepat untuk dicatat pertama
kali sebagai bagian dari total kekayaan (aset atau aktiva) perusahaan. “Jadi,
biaya pendirian perusahaan, biaya emisi saham, dan biaya yang ada hubungannya
dengan hal tersebut adalah unsur aktiva perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5).
Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi dengan diakuinya dalam bentuk badan
usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.
2. Konsep Pengukuran Uang (Money
Measurement Concept)
Konsep ini mengandung pengertian
bahwa uang merupakan alat ukur umum dan paling tepat dalam aktivitas ekonomi
dan menjadi dasar yang tepat pula bagi pengukuran analisis akuntansi. Dalam
pencatatan, unit moneter yang diwakili oleh uang sangat relevan, sederhana,
tersedia secara universal, dapat dipahami dan berguna. Secara umum, dengan
adanya uang sebagai alat ukur, menjadikan penyajian akuntansi dengan unit
moneter lebih dapat terkomunikasikan atas informasi sumber daya ekonomi yang
dimiliki dan tersaji dalam bentuk informasi kuantitatif. Hal inilah yang
membuat pengguna laporan keuangan lebih dapat melihat objektifitas informasi
sumber daya ekonomi bagi perusahaan untuk dapat membuat keputusan ekonomi yang
rasional.
Sebenarnya dalam konteks ekonomi,
kehadiran uang sebagai alat tukar (medium of exchange) karena sistem
ekonomi tidak lagi menganut sistem ekonomi non-barter. Hasilnya, uang saat ini
sebagai standar utama dalam menilai dan sebagai hal yang pokok dalam proses
pengukuran. Dengan demikian, laporan keuangan disajikan dengan unit moneter
yang disesuaikan dengan jenis mata uang suatu Negara di mana perusahaan
tersebut beroperasi.
Dalam pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) mengemukakan bahwa
satu-satunya data yang pasti yang dapat diperoleh untuk menunjukkan adanya
transaksi pertukaran secara objektif dan untuk menyatakan transaksi pertukaran
tersebut secara homogen adalah jumlah satuan uang yang terlibat dalam
pertukaran. Maka, data tersebut merupakan bahan olah dasar akuntansi.
3. Konsep Kelangsungan Usaha (Going
Concern)
Postulat kelangsungan usaha (going
concern) mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus berlanjut sampai waktu
yang tidak ditentukan. Implikasi asumsi ini, pada keadaan luar biasa, nilai
laporan likuidasi untuk aset dan ekuitas adalah ‘pelanggaran’ atas konsep atau
asumsi dasar ini. Sebab asumsi kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa
perusahaan akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan
tidak untuk dilikuidasi dalam jangka pendek. Belkaoui (1992) menambahkan bahwa
dengan adanya konsep ini (going concern) entitas akan melanjutkan
operasinya cukup lama untuk mewujudkan proyek-proyeknya, komitmen, dan kegiatan
yang sedang berlangsung.
SA 30 menyatakan bahwa going concern dipakai
sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya
informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara
signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha
adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar
aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturiasi utang, perbaikan
operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya. Going
concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going
concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan
usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek.
Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat
melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat
melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual aset dalam jumlah
yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestukturisasi
hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang demikan akan
menimbulkan keraguan besar terhadap going concern perusahaan, Surbakti
(2011).
4.
Konsep Dua Aspek Akuntansi
Konsep
dual aspect ini mendasarkan pada kaidah bahwa untuk setiap kegiatan
bisnis selalu memiliki persamaan dan reaksi sebaliknya. Menurut konsep ini aset
perusahaan akan sama dengan kewajiban ditambah modal. Anthony, Hawkins dan
Merchant yang dikutip Suwardjono (2005) mengemukakan bahwa sebenarnya konsep
dua aspek akuntansi (sistem berpasangan) merupakan turunan dari konsep kesatuan
usaha. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik mengakibatkan manajemen
harus selalu mempertanggungjawabkan aset yang telah dan sedang dikelolanya
serta menyajikan sumber aset tersebut.
5.
Konsep Kos
Pada
dasarnya penggunaan prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk
menentukan nilai jual dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai
laba yang diperolehnya. Di mana penilaian dengan cara yang lain akan
mengakibatkan munculnya subjektifitas sehingga berdampak pada informasi
keuangan yang bias. Namun, dalam standar akuntansi keuangan pun jika hal
tersebut menjadi tidak relevan, maka diperkenankan menilai dengan nilai wajar
sebagai basis pengukurannya.
Menurut
konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan harga pembelian.
Misalnya, jika bangunan dibeli dengan harga US$ 75,000 yang mana secara aktual
seharga US$ 100,000, maka dalam buku akun dicatat dengan nilai harga pembelian,
yakni US$ 75,000.
Sebagai
tambahan, Suwardjono (1986) dalam pokok pikiran Paton & Littleton,
menyatakan mengenai konsep ini dengan berimplikasi kepada biaya menjadi bagian
penting dari total upaya yang dikorbankan dalam memproduksi dan menjual barang
atau jasa. Pada tiap jenis biaya tersebut dapat digabung-gabungkan berdasarkan
divisi operasi (departemen), bagian dari produk, atau interval waktu
seolah-olah biaya-biaya tersebut mempunyai daya saling mengikat sebagaimana
data ikat yang dimiliki benda fisik.
6.
Konsep Periode Akuntansi
Meskipun
akuntansi juga berasumsi bahwa bisnis akan tetap ada selama jangka waktu yang
lama dan tidak ditentukan, penting untuk dipantau akun atau pencatatan dengan
keterangan yang jelas untuk periode bisnis yang ditujukan untuk mengetahui
hasil operasi bisnis dan disajikan posisi keuangan untuk periode tersebut.
Biasanya pencatatan dipersiapkan untuk periode satu tahun yang mana boleh jadi
sesuai dengan kalender tahunan sebagai tahun laporan keuangan.
“Konsep perioda menyatakan bahwa akuntansi memperhitungkan laba dengan periode
waktu sebagai takarannya dan bukan angkatan produk,” (Suwardjono, 2003, hlm
101). Lanjut Suwardjono (2003) bahwa sebagai implikasi dari konsep ini adalah
akuntansi menentukan laba dengan menandingkan atau mengasosiasi pendapatan
periode dengan biaya yang dianggap menciptakan pendapatan untuk periode
tersebut. “Jadi, biaya dianggap sebagai upaya untuk menghasilkan pendapatan
dengan waktu sebagai takaran penandingan,” (Suwardjono, 2003: hlm. 101).
7.
Konsep Penandingan (Matching Concept)
Dalam
akuntansi dikenal prinsip matching concept. Di mana yang dimaksud dari
prinsip ini adalah dengan diakuinya beban bukan pada saat pengeluaran kas telah
terjadi atau telah dibayarkan. Namun, diakui ketika suatu produk atau jasa
secara aktual memberikan kontribusi terhadap pendapatan. “Pendapatan suatu
periode harus dibebani dengan biaya-biaya yang secara ekonomis berkaitan dengan
produk yang menghasilkan pendapatan tersebut,(Suwardjono, 1986, hlm 116).
Hal
ini memungkinkan adanya biaya yang ditangguhkan dan diperlakukan sebagai aset
pada posisi keuangan atau neraca. Meskipun dalam kenyataannya biaya
ditangguhkan tersebut tidak memberikan manfaat ekonomi di masa depan.
Bahwa
beban ditentukan sebagai upaya untuk memperoleh penghasilan atau pendapatan.
Proses pengakuan beban untuk kategori seperti depresiasi, harga pokok produk
atau penjualan, bunga dan biaya ditangguhkan disebut dengan konsep penandingan
ini (matching concept). Konsep matching berimplikasi pada biaya
diakui secara adil dan secara wajar untuk mengakui pendapatan.
Suwardjono
(2003) mengatakan bahwa konsep penandingan merupakan implikasi dari adanya
konsep periode akuntansi. Penandingan (matching) dilakukan untuk
menentukan laba periode tersebut, sehingga pendapatan periode tersebut
ditandingkan dengan biaya-biaya yang dianggap menciptakan pendapatan tersebut.
Maka, biaya dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan
dengan waktu sebagai takaran penandingannya.
8.
Konsep Upaya dan Hasil (Effort and Accomplishment)
Lebih
lanjut dalam konsep penandingan (matching concept) yang berimplikasi
pula pada konsep upaya dan hasil dalam akuntansi, memberikan implikasi bahwa
biaya adalah upaya dalam rangka memperoleh hasil yang dalam hal ini disebut
pendapatan. “Secara konseptual, pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya
pendapatan menanggung biaya,” (Suwardjono, 2005, hlm. 234). Artinya pendapatan
sudah dapat diakui meskipun belum terealisasi karena adanya pengeluaran atau
upaya entitas dalam melakukan kegiatan produktifnya.
Dalam
pokok pikiran Paton & Littleton, Suwardjono (1986) juga menyatakan bahwa
jikalau jumlah rupiah yang diperhitungkan dalam pembelian barang dan jasa
digunakan untuk mengukur upaya untuk memperoleh hasil. Dan jumlah rupiah
tersebut yang diperhitungkan dalam penjualan barang dan jasa digunakan untuk
mengukur hasil yang diperoleh, maka persoalan utama akuntansi adalah
menandingkan biaya (sebagai representasi upaya) dan pendapatan (sebagai
representasi hasil) periodik sebagai pembacaan alat duga untuk mengetahui
pengaruh upaya yang dikorbankan terhadap hasil.
SUMBER:
No comments:
Post a Comment